Para ulama perempuan di akar rumput memiliki peranan yang sangat penting untuk menghalau ekstremisme. Rahima salah satu gerakan yang menggerakan ulama perempuan di akar rumput. Menurut Direktur Rahima, Pera Sopariyanti, Rahima memberikan cara ulama perempuan menggunakan teks agama.
”Misalkan mengenai apa itu ekstremisme, kita coba mengidentifikasi di lingkungan. Materi itu tidak disampaikan secara monolog dilakukan secara dialog dan merefleksikannya. Ternyata, mereka menemukannya, yang tadi itu mereka menemukan islam yang kaffah tentang muamalah dengan pemahaman yang hitam dan putih,” terangnya dalam WGWC Talk 8.

Isu-isu yang coba diangkat, lanjut dia, sangat dekat dengan masyarakat. Pihaknya menggunakan analisis gerakan tersebut kepada perempuan. Masalah metodologi harus dikuatkan bagaimana bisa memiliki kekuatan untuk kontra narasi. Serta mencoba memberikan metodologi melihat hal tersebut. Pihaknya juga memberikan bahan-bahan yang digunakan oleh ulama perempuan di akar rumput.
”Kami mendampingi menemukan persoalan untuk curhat dan mencoba melakukan penguatan dari berbagai sudut pandang. Dari melihat sejarah dan membuat narasi alternatif yang bisa mereka lakukan. Salah satu hasil training terkait 5 isu yang digunakan oleh kelompok sebelah. Bagaimana mendefinisikan perempuan harus di kontrol, kami juga melakukan pendampingan kepada ulama perempuan,” terangnya.
Di saat yang bersamaan, salah satu SC WGWC Ruby Kholifah menjelaskan, dialog itu dengan pamong napiter salah satu kesulitan ketika masuk ke ranah agama. Diakui olehnya, memang kapasitas tidak ada, mereka coba yang terjadi indoktrinasi kepada para pamong. Akan tetapi, para pamong tidak mengerti celahnya membangun otoritas yang mereka miliki.
”Kalau membuat panduan untuk mengurangi perdebatan agama, apa sih yang harus dilakukan? Tadi Mba Inayah sangat Praktikel. Di sisi lainnya mereka sangat kekeuh yang mana persoalan agama sudah dikunci sehingga tidak konstruktif. Mba Inayah bisa membuat overview gimana?” terangnya.
Dekan fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam Inayah Rohmaniyah mengungkapkan, strategi tidak bisa diseragamkan tergantung arena mana yang digunakan, keluarga, kampus atau sekolah dan di masjid, kantor, di kampung harus bekerjsama dengan tokoh masyarakat. “Kita perlu ada strategi di arena mana. ulama perempuan ini modal yang luar biasa. Menyambung ini, paska pembubaran makin besar, menurut di lapangan susah untuk dilihat,” katanya.
Kurang lebih strateginya, lanjut dia, bukan hanya di publik dan lebih banyak perempuan yang bermain. metamorphosis ke grup lain. ”Kelompok Ekstremisme ini tidak bisa digeneralisasi, jangan-jangan melebeli mereka radikal jangan-jangan mereka tidak radikal. Semuanya ada kriterianya. Saya kira itu yang penting,” pungkasnya.