Sejumlah kegiatan yang sudah dilakukan di oleh Ulama Perempuan Indonesia, nampanya perlu mendapatkan apresiasi. Karena mereka telah melakukan advokasi yang cukup panjang mengenai ekstremisme di wilayah masing-masing. Menurut Direktur Rahima, Pera Sopariyanti mengungkapkan, saat ini KUPI melakukan tiga pendekatan yaitu teks agama, menggunakan konstitusi dan pengalaman perempuan.
”Di dalam pendidikan yang Rahima lakukan, pengalaman perempuan menjadi tersadari. Mereka mendiskriminasi perempuan dan menggunakan tubuh perempuan sebagai alat. Saya cerita temuan dari Rahima yang kerjasama dengan AMAN dan WGWC, salah satu temuan itu bahwa adanya komunitas atau masyarakat melihat Rahim perempuan untuk melahirkan jihadis,” terangnyan.
Diungkap olehnya, ada kasus perempuan sudah memiliki anak banyak, lalu si suami menikah lagi dengan perempuan yang lebih baik. Dari pengalaman itu, yang mendekatkan ulama perempuan pada kelompok ekstrem adalah pengalaman perempuan yang cukup kuat. Kelompok radikal simbol-simbol agama yang mana alasan-alasan yang belum tentu sama dengan persepsi kita. nah, ini semakin terbuka.
Kontra narasi dan dialog bisa mempertemukan pengalaman perempuan dengan dan itu sedikit demi sedikit bisa ditarik kembali. Karena, dari pengalaman itu dari amunisi perempuan lain sebagai jemaahnya. ”Bisa perlahan ditarik. Ketika melakukan training di Solo, Tasik dan Malang, mereka tidak memiliki kontra narasi. KUPI menjadi salah satu amunisi kekuatan yang sama. Salah satu, yang bisa dilihat dari progress KUPI dalam upaya kontra narasi, KUPI melakukan secara massif edukasi pemahaman agama islam yang ramah, anti kekerasan,” terangnya.
Dia menegaskan, jika Rahima konsisten terkait wacana islam yang ramah dan toleran, sangat sedikit peminatnya. Kita bisa bersindikasi antar lembaga bisa saling bersinergi untuk mengangkat. Padahal kelompok ekstremisme membuatnya konten sangat sederhana. Mereka didoktrin sangat semangat untuk menyebarkan. Hal Ini menjadi tantangan sebuah gerakan bersama yang mempromosikan nilai-nilai keislaman yang toleran.
Pihaknya melakukan kegiatan dan pemantauan ulama perempuan di 9 provinsi. Mereka terus bergerak terhadap komunitasnya. Ada salah satu ulama perempuan mereka membaur dengan menggunakan pakaian yang panjang.
”Kami tau satu-satunya agenda ulama perempuan yang secara istimewa yang melakukan dakwah di kelompok tersebut. saya melakukan kontra narasi di kelompok mereka sama persis dengan yang dilakukan oleh Mba Luluk. Dalam konteks istri solehah yang taat terhadap suami secara mutlak, dia perlahan-lahan dilakukan. Itu mungkin strategi dari ulama perempuan,” pungkasnya.