Anak adalah anugrah dari tuhan yang maha esa. Perlu disadari anak tidak dilahirkan secara seragam. Ada keberagaman yang dimiliki oleh anak-anak. Hal lainnya, anak-anak memiliki keragaman dan ke khasan sesuai bakat dan minat mereka. Jumlah anak indonesia cukup besar, ada sebanyak 42 juta orang anak Indonesia. Jumlah tersebut sekitar 1/3 dari jumlah keseluruhan masyarakat Indonesia.
Menurut Komisioner KPAI, Rita Pranawati, terdapat empat prinsip perlindungan anak. Di antaranya, prinsip non-diskriminatif, prinsip kepentingan terbaik bagi anak, prinsip hak hidup dan tumbuh kembang dan prinsip partisipasi anak. Dalam kasus ekstremisme, psikologis anak seringkali terabaikan. Akan tetapi, ada dua perlindungan khusus bagi anak korban ekstremisme.
”Hal yang pertama adalah anak yang menjadi korban stigmatisasi orangtuanya yang terlibat ekstremisme. Terkadang, anak tersebut masuk menjadi kasus anak berhadapan dengan hukum. Walaupun kasus ekstremisme kecil, namun hal tersebut cukup kecil,” ungkapnya.
Biasanya, lanjutnya, anak-anak yang berbeda masih menjadi sebuah ancaman. Dalam isu pengasuhan sering tidak mengajarkan keragaman. Tidak semua anak tidak memiliki pengalaman kelompok yang berbeda. Dalam konteks keluarga, hal tersebut sulit diajarkan. Lebih jauh, dalam konteks lingkaran ekstremisme, anak seringkali dianggap benda atau barang yang dimiliki oleh orang tua. Sehingga, bisa memperlakukan anak untuk apapun. Seperti membawa anak ke Suriah dan tempat-tempat lainnya.
Dalam relasi kuasa di keluarga ekstremisme anak harus patuh pada orangtua. Hal ini membuat anak tidak memiliki pilihan apapun, termasuk anak tidak bisa mengeluarkan pendapat mereka. Anak sebagai aset yang dimiliki orangtua, sehingga bisa membawa anak untuk jihad untuk penerus perjuangan. Dalam konteks anak perempuan dalam keluarga ekstremisme, anak perempuan kondisinya lebih sulit dan terabainya. Bahkan, anak perempuan tidak memiliki kesempatan untuk sekolah.
”Dalam ekstremisme, ada beberapa waktu anak-anak menjadi problematik. Pertama, ketika anak diajak orangtua pergi ke Suriah. Kedua, anak Dipaksa Menikah Sebagai Bagian dari Jihad. Ketiga, anak diajak untuk melakukan bom bunuh diri. Keempat, anak sebagai pelaku bom bunuh diri,” katanya.
Diungkap olehnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Diantarnya, menanamkan nilai-nilai perdamaianan sebagai basic value pendidikan dalam keluarga. Serta menanamkan Pendidikan Inklusi dan Keberagaman, baik di dalam rumah atau sekolah.