35.2 C
Jakarta
Minggu, 8 September 2024

Apa Saja yang Sudah Dilakukan Oleh Ulama Perempuan dalam Esktremisme?

Pengalama ulama perempuan untuk melakukan konter narasi terhadap ekstremisme kekerasan di dalam masyarakat sudah banyak dilakukan. Di antaranya yang dilakukan oleh Nyai Luluk Farida dan Nyai Inayah Rohmaniyah. Misalkan Nyai Luluk Farida yang bergerak melalui majelis taklim di Malang. Nyai Luluk ini melakukan dakwah yang menarik untuk melakukan konter narasi dengan memberikan pandangan agama antara tekstual dan kontekstual kepada jamaahnya.

Serta melakukan dakwah-dakwah yang skeederhana tentang toleransi dan cinta kasih. Sedangkan Nyai Inayah Rohmaniyah telah melakukan riset terhadap kelompok ekstremisme di beberapa tempat. Baik dilakukan dilakukan di kelompok kampus. Dari riset yang dilakukan olehnya ini ditemui banyak hal tentang karakteristik kelompok tersebut. Di mana karakteristknya adalah berdakwah dengan mematikan akal dan hanya merujuk sumber tunggal.

Serta dakwah yang gunakan adalah dakwah yang dimulai dari kehidupan sehari-hari yang menjadi kebutuhan masyarakat. begitu juga dengan pendekatan yang mereka lakukan seringkali melakukan pendekatan yang soft, care dan terbuka yang mudah diterima oleh masyarakat. Bahkan, ada beberapa temuan menarik dari riset tersebut, kelompok perempuan sangat aktif baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Hal ini bertentangan dengan narasi gender yang selama ini digunakan.

Menurut Nyai Luluk Farida pengalaman berdakwah di masyarakat, kelompok ini sangat lembut, sopan dan santun. Namun, tantangan tersebut hadir di dunia maya. Kelompok ini lebih berani dan menyerang. ”Saya nulis nama sederhana, bisa menjadi masalah. Gara-gara itu saja, berpendapat kontra narasi, bisa dituduh kafir, syirik dan menentang agama versi mereka,” ungkapnya.

Saat ini Nyai Luluk Farida telah melakukan sejumlah dakwah di masyarakat. Salah satunya berdakwah di radio. Sejauh ini, lanjut dia, pertanyaan yang masuk tidak ada penolakan dan menceritakan solusi dan apa yang harus dilakukan. Mereka tidak ada penolakan ekstrem, ketika jauh dari mereka. Akan tetapi, kalau udah masalah politik, kelompok ini sangat berani.

Untuk melakukan kontra narasi, sambungnya, hal yang diperlukan adalah melihat kontekstual sangat penting. ”Kalau bisa menyampaikan dengan baik dan mereka terbelalak dengan cara penyampaiannya, itu akan baik. Beberapa jamaah saya, ada perubahan. Perlu dan harus bisa membaca, masalah yang mereka hadapi,” terangnya.

Menurut Dekan Fakultas Ushuludin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, Inayah Rohmaniyah mereka dikendalikan ideology politik. Ini adalah politik sesungguhnya yang berkaitan untuk mengusai negara. ”Seperti di wahdah islamiah, mereka memiliki konsep politik yang berbeda dengan HTI. Di HTI sangat sistematik. Lalu, wahdah Islamiah sangat rapih saja. Sekolah saja sudah ada tahapannya, sudah sampai universitas,” jelasnya.

Diakui olehnya, kelompok ini sangat msistematik, lalu mengambil alih kekuasaan. Masyarakat yang sudah menjadi kader ini, akan merong-rong negara. Kaderisasi mereka sudah masuk ke kelompok masyarakat. Mereka menolak narasu gender setara karena diasumsikan akan menimbulkan konflik. Menariknya, mereka tidak mendebat dalil. Sumber-sumbernya tunggal, bagi mereka itu akan menimbulkan konflik jika ada dua sumber. Selama kita mendiskusikan al-qur’an dianggap tidak memahami secara kaffah.

”Jadi, bisa kebayang implikasinya adalah klaim kebenaran bukan al-quran, namun kitab tunggal mereka. Kalau HTI, Hasan Albana. Kedua, anti realitas. Mereka pakai anti realitas, karena perempuan akan menjadi korban,” terangnya.

Dalam kontek Indonesia, lanjutnya, hal ini akan menjadi masalah. Hal yang terjadi, kritikal thinking dimatikan. Harus keluar dari komunitasnya, harus ada keberagaman sumber, mereka dipaksa utnuk keluarga. Pihaknya sering menyuruh mahasiswa untuk membaca saja. Hal yang susah menarik dari akar, ini persoalannya indoktrinasi di mana ini kesadaran palsu, masalah perempuan dengan akalnya sudah dimatikan, hal ketiga perempuan sudah dikooptasi.

TERBARU

Konten Terkait