Pendampingan napiter di dalam lapas, nampaknya masih belum banyak diperhatikan. Ada banyak hal yang telah dilakukan oleh para pendamping napiter ini. Salah satu yang telah dilakukan oleh Ibu Nuraini, Pendamping Napiter. Dalam agenda WGWC Talk 7, dirinya bercerita jika awal dirinya mendapatkan tugas untuk menjadi pendamping napiter pada awal Januari 2019.
Pada saat itu, diakui olehnya, napiter yang dia tangani emosinya sangat meledak-ledak. Dia berusaha agar tidak tunduk pada para petugas di napi. ”Akan tetapi saya penasaran, saya saat itu dibagian pembinaan, saya memanggil yang bersangkutan ke ruangan. Saya juga melihat asal perempuan tersebut. Setelah saya cek, ternyata napiter tersebut berasal dari wilayah yang sama dengan saya, Ciamis,” katanya.

Dirinya, mengungkapkan jika napiter yang dia tangani adalah teman SMP. Dari sana, dirinya mulai mengajak cerita bercerita napiter tersebut. Akhirnya, napiter tersebut bersedia bercerita tentang perjalanan. ”Dia mulai bercerita jika dia mulai hijrah dan mulai mendapatkan hidayah. Melalui medsos itu dia sering buka medsos lama-lama dia akhirnya mempelajari semakin dalam, semakin dalam dan udah akhirnya dia terjun,” terangnya.
”Oke ibu dulu adalah teman, tapi sekarang Ibu adalah thagut, ibu adalah musuh saya”, tambahnya sambil menyerupai perkataan dari napiter yang dia tangani.
Napiter yang dia tangani pun mulai bercerita lebih jauh. Mulai dari system pemerintahan, aturan-aturan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Dia menjelaskan, dirinya belum menjelaskan jika dia bertugas sebagai pendamping napiter di lapas. Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri.
Di sisi lain, lanjut dia, dia memiliki rasa takut dan bagaimana saya bisa mengembalikan ideology napiter tersebut. Tapi, hal tersebut merupakan bagian dari tugas dirinya. Sehingga harus siap. Dari mulai saat itu, dirinya berkomitmen untuk berusaha untuk membangun hubungan yang baik dengan yang bersangkutan.
”Awalnya dia nggak mau sentuh saya, katanya haram. Malah bilang, darah saya halal untuk dibunuh. Terus saya bilang, di agama Islam membunuh tanpa sebab itu mungkin juga dosa. Tapi dia malah mengeluarkan banyak ayat,” katanya.
Tapi, lanjut dia, napiter yang saya damping sempat berselisih paham. Paska kejadian, napiter yang dia damping, berjanji kepadanya untuk bisa menjaga nama baik kampong halamannya. Dirinya pun memberikan pemahaman kepada napiter tersebut. Pada saat, dirinya cuti, dirinya mampir ke rumah yang bersangkutan, orangtuanya memberitahukan bagaimana karakter napiter yang dia damping.
”Tapi tolong sampaikan pada Tutin ya Bu, kalau dia masih seperti itu mengancam-ancam orang, lebih baik dia tidak usah pulang kampung. Udah akhirnya saya pulang menyampaikan pesan-pesan dari orang tuanya, dari bapak ibunya itu dan dari kakaknya lalu saya fasilitasi untuk video call. Dia nangis dan berjanji pada ibunya,” katanya.
Setiap kali, diajak bicara kalau sudah menyangkut urusan keluarga dia langsung luluh. Selama masa tahanan, napiter yang dia damping seringkali melakukan terapi bekam. Dirinya bercerita jika pendekatan yang dia lakukan harus pelan-pelan. Harus melalui hati ke hati, agar napiter yang dia damping bisa terbuka. ”Jadi biarin aja dia ngoceh-ngoceh kita dengerin aja. Nanti toh kalau pun kita diemin, dia bakalan butuh kita juga. Akhirnya petugas kami pun sama,” pungkasnya.