Di dalam budaya Jawa, pangerten adalah kunci utama dari kehidupan bermasyarakat. Pangerten yang dalam bahasa Indonesia berarti pengertian atau peka akan kondisi sesama merupakan halyang tidak bisa dipisahkan dari diri kita sebagai manusia. Manusia diciptakan oleh tuhan dengan berbagai perbedaan. Sebagai masyarakat yang majemuk, masing-masing anggota masyarakat dituntut untuk dapat hidup dengan orang lain yang memiliki perbedaan tersebut. Perbedaan yang ada dalam masyarakat mestinya dipandang sebagai rahmat Tuhan. Sikap pangerten digunakan untuk memahami perbedaan tanpa perselisihan.
Grapyak artinya seneng aruh-aruh dan semanak berarti hangat dan mudah akrab. Grapryak Semanak ditunjukan dengan kebiasaan untuk menyapa kepada orang yang dikenal maupun orang yang ditemui. Sikap grapyak semanak adalah sikap pada diri sesorang yang akrab dan menyenangkan dalam pergaulan seperti suka senyum, sopan dan hormat dalam pembicaraan, suka menyapa, suka membantu tanpa pamrih. Sikap grapyak semanak dapat menjadikan orang yang baru saja ditemui merasa nyaman dan tidak terasing serta dapat mencairkan suasana dalam kebuntuan komunikasi. Sikap grapyak semanak perlu dikembangkan dalam kehidupan sehari- hari, agar memberi manfaat bagi lingkungan sekitar.
Lembah manah adalah sikap seseorang yang tidak merasa lebih dari orang lain. Seseorang dengan sikap lembah manah dapat memposisikan dirinya sama dengan orang lain, tidak merasa lebih pintar, mahir atau menyombongkan jabatan yang dimilikinya sehingga dapat menghargai orang lain. Seseorang yang memiliki sikap lembah manah tidak akan bersikap sombong, relativ rendah hati memandang orang lain sama sebagai ciptaan Tuhan yang wajib dihargai dan dihormati. Sikap lembah manah suatu sikap yang sangat perlu untuk dikembangkan dalam kehidupan agar manusia terhindar dari gaya hidup pamer yang berujung pada terlilit hutang.
Andhap asor tidak berarti rendah diri tetapi rendah hati. Sikap Andhap asor adalah sikap seseorang tidak membedakan golongan, pangkat kedudukan maupun kekayaan. Orang yang bersikap andhap asor tidak mau menonojolkan diri meskipun sebenarnya ia memiliki kemampuan. Orang Jawa sangat mengutamakan sifat andhap asor bila berhubungan dengan orang lain. Orang yang bersikap Andhap asor justru akan dihormati oleh orang lain dari pada orang yang menganggap remeh orang lain, maka dia akan diremehkan.
Nilai-nilai budaya jawa telah terbukti dan teruji untuk menyatukan majapahit tatkala itu. Saat tekhnologi komunikasi tidak sebagus sekarang, para pendahulu menggunakan nilai – nilai kebudayaan jawa sebagai alat pemersatu. Maka kita berbenah untuk menggali nila-nilai budaya Jawa untuk pijakan persatuan bangsa, kembali digaungkan di medsos agar generasi milenial lebih dekat dan lebih memahaminya.
Saat kita sudah kuat dengan pemahaman budaya sendiri tentu kita akan sangat percaya diri berdialog dengan yang lainya tentang keragaman budaya. Memahami budaya sendiri bukan untuk menunjukan budaya kita lebih unggul namun untuk mengenal dan mengetahui adat tatakrama yang harus kita lakukan sebagai ciri pribadi kita. Setelah kita memahami budaya sendiri akan lebih mudah kita memahami budaya yang lainya. Bisa beriringan berjalan dalam keragaman, dalam persatuan.
Tulisan ini terpantik dari peringatan Hari dialog dan pengembangan perbedaan Budaya Sedunia keragaman budaya pada tanggal 21 mei
Penulis : Yuliyanti Dewi Untari, S.Pd
Sahabat Simfoni dan Guru Bahasa Jawa SMAN 1 Surakarta
Pernah dimuat di Harian Solopos
Sumber : https://solobersimfoni.org/?p=2719