Imbas Terorisme, Anak-anak Banyak Berubah

Dalam sebuah Jurnal Penelitian dari UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta menyebutkan, seorang anak napiter mengalami perubahan sejak mengetahui ayah mereka terlibat dalam aksi terorisme. Bahkan tidak sedikit anak-anak menjadi sensitif dan pendiam. Keadaan anak tersebut, membuat istri mantan napiter sengaja menceritakan mengenai hal-hal yang menimpa anak-anaknya kepada suaminya.

Hal itu, dilakukan untuk memecah fokus pemikiran suaminya agar tidak selalu memikirkan jihad qital karena lembaga pemasyarakatan tidak memberikan jaminan bagi suaminya terlepas dari pemikiran-pemikiran Jihad. Keterlibatan istri sebagai pendamping suami dalam proses deradikalisasi menjadi penting. Yakni, istri berperan sebagai pendamping suami yang paling mengerti karakter suami.

Imbas Terorisme, Anak-anak Banyak Berubah

Hal ini dialami oleh salah satu narasumber WGWC Talk 5 dengan tema ”I Love You, Leave It” : Kisah Para Istri Mendorong Disengangment. Perempuan paruh baya, bernama Ummi menceritakan jika pengalaman penangkapan suaminya menjadi hal terberat yang harus dia alami. Dirinya sempat tidak percaya dengan apa yang dialami oleh suaminya.

”Dari keluarga awalnya ya semuanya kaget, karena suami tidak pernah menujukkan kejanggalan apapun dalam bergaul, di keluarga, dan masyarakat seperti biasa saja. Dia memang oranya gampang bergaul, sama siapa saja ngobrol dan bicara, gitu ya. keluarga sangat kaget ketika saya dapat kabar suami ditangkap oleh Densus 88,” ucapnya.

Dirinya menjelaskan jika sejak suaminya ditangkap itu, dirinya baru mengetahui jika pengajian yang suaminya ikuti bertentangan dengan hukum negara. ”Tentu saya sangat kecewa dengan apa yang suami saya sudah perbuat. Suami saya itu lebih mementingkan kelompok pengajiannya ketimbang kami keluarganya,” terangnya.

Dia menerangkan jika anak-anaknya jarang bersama suaminya. Suami saya sering datang ke pengajian. Dia menjelaskan jika ketika penangkapan, suaminya sedang bersama anak-anak menuju bengkel akan mengambil uang tunas. Bahkan, anakya pun ikut ditangkap bersama para petugas. Saat itu, dirinya bersama anak yang bungsu.

”Setelah transaksi, suami langsung dibawa oleh petugas, anak-anak saya juga ikut diangkut pakai motor. Lalu dibawa ke Polres sampai jam 10 malam, setelah itu anak dibawa oleh petugas, saya kaget luar biasa. Ada apa ini anak saya dibawa petugas? Saya tidak bisa menghubungi suami. Jadi saya benar-benar kalut,” ungkapnya.
Petugas kepolisian memberitahu, jika suaminya diamankan atas tuduhan terduga teroris. Dirinya sangat kaget, karena imbas dari penangkapan adalah anak-anak. Di saat yang bersamaan, dirinya menegaskan agar suaminya tidak ikut dalam pengajian tersebut lagi. Atas kejadian tersebut, dirinya dan orangtua harus kehilangan pekerjaan dan harus pindah dari Depok.

”Saya pindah ke rumah orang tua untuk minta perlindungan, sekalian mengalihkan perhatian anak saya, Sampai di Bekasi, saya drop 4 hari, tapi kita tidak boleh berlama-lama karena kan hidup itu berjalan, gimana caranya saya bangkit. Harus memikirkan bagaimana anak makan dan sekolah, saya arus kuat menghadapi ini semua,” terangnya.

Dari kejadian tersebut, diungkap olehnya, banyak hikmah yang dirinnya dapat dari peristiwa ini. Hal pertama, menurutnya, jangan sembarang percaya sama orang. Lalu, jangan terlalu taat sama orang. Kenali dulu pengajian sebelum diikuti. ”Saya berharap kembali normal, kehidupan normal, seperti biasanya kehidupan bermasyarakat. Semoga ekonomi kami pun kembali baik lagi, dan kehidupan kami jadi lebih baik dari pada sebelumnya,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top