WGWC Talk 18 digelar mengangkat tema ‘Lansia Menangkal Radikalisme’, Sabtu (29 Mei 2021). Dalam agenda tersebut menghadirkan dua orang pendamping desa yaitu Zaka Ardiansyah dan Alfisah Nurhayati dan ketua sekolah eyang yaitu Juhariyah yang menjadi narasumber. Sedangkan penanggap yaitu Valentina Ginting sebagai Asdep Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KPPPA, Gusti kanjeng Ratu Hemas sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dr Pinki Saptadari sebagai peneliti Lansia Sejahtera Subaraya.
Sebagai ketua Sekolah Eyang, Juhariyah merasa jika radikalisme perlu ditangani bersama dengan cara pengasuhan dengan moto, semua cucu di sekitar rumah para eyang memiliki tanggungjawab untuk mendidiknya. Adapun pengalaman lainnya berasal dari salah satu anggota eyang yang mana, ada perubahan sikap dari salah seorang anaknya yang berkuliah di kota.
”Kami ada pengalaman, salah satu anak dari anggota sekolah mengalami perubahan sikap. Ada banyak hal dalam beribah dianggap salah. Hal itu menimbulkan rasa takut dan khawatir. Sehingga, kami bersama para pendamping desa memasukan pelajaran SITI (Sistem Direksi dan Oenanganan Dini (SITI) dalam kurikulum kami,” ucapnya.
Di dalam kesempatan yang sama, pendamping desa damai Zaka Adriansyah mengatakan sebagai sebuah kampung, sejumlah lokal wisdom untuk mencegah dan menangkal radikalisme. Salah satunya SITI Ekstremisme. ”Para eyang membuat sejumlah akronim nama makanan salah nama yaitu Pistol (pisang telo). Biasanya Pistol ini dianggap hal membahayakan namun pistol eyang adalah pangan. dan itu menjadi nilai-nilai budaya di kampung tersebut,” terangnya.
Pendamping desa lainnya, Alfisah Nurhayati menurutnya para eyang terus belajar dan bersekolah untuk bisa selalu dekat dengan para cucunya. ”Sehingga, para eyang terlihat dan menikmati bersama eyang. Nilai semangat dan mengemangati menjadi nilai dasar di dalam sekolah eyang ini,” jelasnya.
Apa yang dilakukan oleh para eyang ini, dianggap kecil namun makna sangat dalam untuk melawan dan menangkal radikalisme. Di saat yang bersamaan, Asdep Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga dan Rentan KPPPA, Valentina Ginting mengungkapnya, mengapresiasi apa yang dilakukan oleh sekolah.
”Paham radikalisme ini bisa masuk kepada semua hal, namun dengan pendekatan sekolah eyang menjadi hal yang baru untuk menangkal radikalisme,” katanya.
Sedangkan menurut peneliti Lansia Sejahtera Subaraya Dr Pinki Saptadari mengungkapkan jika eyang bisa menyuruh siapa saja. ”Ini satu strategi dan pengalaman baru dari sisi pendidikan dan pengorganisasian dalam hal pemberdayaan,” terangnya.
Dengan kata lain, ungkapnya, apa yang dilakukan oleh sekolah eyan memberikan cara pandang baru tentang lansia yang bisa mewujudkan Indonesia Maju. Lansia maju dan berdaya membongkar batasan budaya di Indonesia. Diakui atau tidak, dalam kegiatan bermasyaratan di Indonesia para lansia seringkali tidak diikutsertaan dalam berbagai kegiatan di masyarakat.
Dalam rangka rumah untuk mendidik, sekolah eyang ini berkontribusi dalam hal pengasuhan di rumahnya. Baik di dalam rumah maupun di komunitas. ”Di Ledokombok sendiri terdapat festival egrang memiliki nilai perdamaian, jika hal ini dijalankan, tidak ada radikalisme,” pungkasnya.
Terakhir menurut Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Gusti kanjeng Ratu Hemas menjelaskan pembaruan cerita kepada anak cucu. ”Menciptakan rasa aman, kenyamanan dan amanan kepada cucu agar para eyang bisa menanamkan nilai-nilai kebangsaan,” pungkasnya.