Banyak orang beranggapan bahwa orang yang taat beragama adalah orang yang melakukan setiap perintah yang diajarkan agamanya. Sepertinya tidak ada agama yang menginginkan umatnya hanya melaksanakan ajaran agama secara setengah-setengah. Orang yang beragama tidak hanya melaksanakan seluruh ajaran agama, namun juga mempercayai bahwa tindakan itu adalah yang paling baik.
Bagi saya, agama adalah pedoman untuk menjalani hidup yang baik. Agama Hindu adalah Sanatana Dharma yang berarti kebenaran abadi. Ajaran agama Hindu salah satunya berisi tentang hukum atau pedoman hidup yang baik berdasarkan pada Dharma. Di kehidupan sehari-hari, saya selalu berusaha untuk melaksanakan ajaran agama, meskipun seringkali saya melanggarnya.
Agama menginginkan umatnya untuk melaksanakan setiap ajarannya. Namun, sejauh mana saya harus benar-benar melakukannya? Apakah saya harus melaksanakan setiap ajaran agama meskipun itu di luar batas kemampuan saya? Bagaimana ketika melaksanakan ajaran agama, saya malah merugikan orang lain?
Saya belum pernah berpuasa selama 24 jam ketika saat hari raya Nyepi. Di tahun ini, saya berhasil tidak makan selama 24 jam. Namun, saya tetap minum air karena masih belum bisa menahan haus. Saya bangga setelah melakukannya. Saya senang bisa melakukan salah satu ajaran agama yang paling sulit, yaitu menahan nafsu. Tentu ada keinginan untuk membagikan keberhasilan saya melalui sosial media. Saya ingin memberitahu ke orang-orang bahwa saya berhasil dan Anda juga harus bisa berpuasa seperti saya.
Saya selalu sembahyang di Pura ketika merayakan hari suci. Agama Hindu memiliki banyak hari suci, maka dari itu saya cukup sering sembahyang di Pura. Saya selalu mengenakan pakaian adat lengkap ketika sembahyang di Pura. Saya merasa percaya diri dan merasa sangat layak untuk hadir di hadapan yang Mahakuasa. Beberapa kali saya kesal ketika melihat ada orang lain yang tidak berpakaian adat lengkap saat sembahyang. Saya merasa mereka tidak patut berpakaian seperti itu saat akan sembahyang di hari yang suci. Saya berpikir mereka seharusnya berpakaian seperti saya dan orang lain.
***
Beberapa minggu yang lalu, saya diperkenalkan dengan istilah moderasi beragama. Istilah ini kalau tidak salah mulai dipopulerkan sebagai kontra narasi dari ajaran-ajaran agama yang dianggap “berlebihan”. Secara singkat, moderasi agama berarti melaksanakan ajaran agama secukupnya tanpa merugikan siapa pun.
Supaya lebih mudah dipahami, saya menganalogikan moderasi beragama seperti menuangkan air ke gelas sampai penuh. Jika Anda haus, Anda akan mengambil gelas dan menuangkan air secukupnya. Namun, karena sangat haus, Anda menuangkan air sampai benar-benar memenuhi gelas itu. Anda membawa gelas yang penuh tadi ke tempat duduk Anda. Saat Anda berjalan, sebagian air dari gelas itu tumpah dan membasahi lantai. Ketika sudah di tempat duduk Anda, isi gelas tidak lagi penuh sehingga Anda merasa tidak puas dan lantai ruangan Anda becek. Setelah meminumnya, Anda kembali berjalan untuk mengisi air di gelas sampai benar-benar penuh.
Perasaan haus adalah kebingungan, kegelisahan, dan ketidaktahuan sedangkan agama adalah airnya. Untuk menghilangkan perasaan haus, seharusnya Anda menuangkan air secukupnya. Namun, Anda merasa harus menuangkan air sebanyak-banyaknya karena Anda merasa ini adalah hal yang harus dilakukan, tapi justru malah mengotori ruangan. Anda rugi karena menumpahkan air dan menimbulkan kerjaan baru karena Anda harus membersihkannya. Sungguh melelahkan.
Saya perhatikan beberapa orang sepertinya berlebihan dalam beragama. Mereka sangat bersemangat dalam melaksanakan ajaran agama yang mereka terima. Saking semangatnya, mereka sampai tidak sempat memikirkan apakah ajaran yang mereka pahami itu terlalu berlebihan dan melukai orang lain. Saya sedang membicarakan Anda, para pelaku dan calon pelaku teror. Kenapa kalian minum terlalu banyak air? Saya yakin Anda pernah diajarkan untuk menerima dan mengambil secukupnya saja. Ketika menerima terlalu banyak, mungkin Anda merasa sebagai manusia paling suci dan hanya kami yang penuh dosa.
Bukankah di setiap agama diajarkan bahwa kita tidak boleh menyakiti orang lain? Ketika Anda sudah melaksanakan setiap ajaran agama, tapi Anda menyakiti orang lain, aksi yang lakukan justru menjadi sia-sia. Apa gunanya beragama jika Anda tidak menjadi manusia yang baik bagi manusia lainnya.
Saya kembali memikirkan saat saya ingin memberitahu orang lain untuk melakukan ajaran agama seperti yang saya lakukan. Sekarang saya merasa malu dengan hal itu. Beragama adalah hal yang intim. Setiap orang memiliki caranya masing-masing saat melakukan ajaran agama sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Daripada pusing memikirkan cara orang lain beragama, lebih baik kita menikmati secangkir teh hangat sambil berdiskusi tentang masa lalu, masa depan, dan hari ini.