Banyak sekali kerawanan dan kerentanan diprediksi akan memberikan pengaruh untuk radikalisme di daerah paska konflik. Situasi di Maluku saat ini, sejumlah kelompok agama melakukan banyak gerakan untuk mengantisipasi gerakan radikalisme. Salah satunya terjadi di sejumlah geraja dengan menggunakan moto yang mudah yaitu “Kita Semua Saudara”.
Segregasi paska konflik di Maluku, masih terasa di kelompok-kelompok muslim. Sebelum konflik terjadi, di Kota Maluku masyarakat heterogen. Namun, paska konflik di Maluku masyarakkat hidup menjadi homogen. Bahkan, paska terjadi konflik sejumlah kelompok ekslusif mulai banyak di Maluku.

Menurut Aktivis perempuan Maluku, Baihajar Tualeka, pihak terus memberikan pemahaman kepada mereka perdamaian kepada mereka. ”Kami masuk ke kelompok mereka dengan pendekatan-pendekatan kemanusiaan, salah satunya kespro,” terangnya dalam agenda WGWC Talk 17, belum lama ini.
Bahkan, para perempuan di Maluku melakukan sejumlah kegiatan bersama dengan kelompok-kelompok-kelompok intoleransi dengan melibatkan anak-anak. Hal tersebut ternyata direspon positif oleh mereka. Diakui olehnya, regrerasi yang terjadi akan berdampak pada masa depan Maluku.
”Kita melakukan intervensi melalui kepada anak-anak. Kita mengajak berbagai pihak yang memiliki pengaruh untuk membuat kegiatan kegiatan damai yang ada di komunitas,” ucapnya.
Dia menjelaskan, kejadian Bom Surabaya menjadi titik terang perdamaian di Maluku. Di mana sejumlah masyarakat mengecam aksi tersebut. Bahkan, kelompok yang dianggap intoleransi di Maluku mulai bersuara memerangi aksi bom bunuh diri. ”Untuk itu, perlu banyak kegiatan lagi yang melibatkan mereka di agenda-agenda lainnya di masyarakat. Sehingga terjadi literasi perdamaian diantara kelompok muslim dan Kristen,” pungkasnya.