Begini, Pengalaman Penyuluh Agama Mendampingi Napiter

Sri Endah Sukmawati, Penyuluh Agama Islam Kabupaten Cilacap sejak 2005 sampai sekarang. Mendapat tambahan tugas di luar wilayah kerja sebagai pendamping napi di Lapas Cilacap pada 2008, pada 2015 aktif sebagai penyuluh di Nusakambangan sampai 2018. Pembinaan kepada napi secara umum, tidak hanya napi terorisme (napiter).

Pengalaman menjadi penyuluh napiter baru dirasakan oleh Sri Endah Sukmawati pada 2021. Di wilayah Cilacap sendiri terdapat total 23 Penyuluh fungsional yang terdiri dari 10 perempuan dan 13 laki-laki. Ada juga penyuluh non-PNS sebanyak 203 orang yang tersebar di seluruh Cilacap, beda-beda di tiap Kecamatan.

Begini, Pengalaman Penyuluh Agama Mendampingi Napiter

Tugasnya sejauh ini belum ada yang khusus perempuan, jadi tidak ada penyuluh perempuan menangani napi perempuan atau Penyuluh laki-laki menangani napi laki-laki saja. Dirinya untuk bisa masuk ke Lapas dan mendampingi teman napiter sejauh ini tidak melalui proses pendaftaran ataus eleksi tertentu melainkan dipilih.

”Saya secara khusus menangani 2 lapas. Baru pada 2021 kami dilibatkan oleh BNPT. Sampai saat ini, sudah berjalan pendampingan bertemu 4 kali dengan 3 napiter. Untuk saat ini yang datang dengan BNPT perempuannya hanya saya,” terangnya.

Diungkap olehnya, sepanjang penyuluhan diinya belajar bahwa menghadapi napiter berbeda dengan napi lain. Dari tiga orang yang dirinya dampingi, ketiganya terkena radikalisme dari internet, tidak ada guru secara khusus. Melakukan pendampingan membutuhkan cara-cara khusus karna napiter seringkali curiga.

”Saya melakukan pendekatan melalui simpati mereka, pendekatan emosional agar mau terbuka. Ada nilai positif ketika perempuan datang kesana karena bahasa yang kami gunakan membuat mereka tidak menilai negatif kita, kita kesana ngajak ngobrol selama 2 jam. Tidak langsung to the point. Karena mereka ketika kita datang, sudah curiga dan takut dihakimi, disalahkan dan didebat,” terangnya.

Menurutnya, membutuhkan waktu yang lama hanya untuk mereka mau menerima dirinya sebagai pendampung. Ditegaskan olehnya, pendekatan emosional sangat dibutuhkan untuk menghilangkan kecurigaan mereka, sehingga akhirnya mereka mau menyampaikan hal-hal yang lebih pribadi. Untuk pelatihan dan pembekalan Penyuluh sebetulnya, tidak ada pelatihan dan pembekalan khusus. Hanya saja, ada briefing ringkas mengenai pendekatan seperti apa dan siapa yang akan ditemui.

Kemudian, menreview latar belakang napiter yang akan ditemui. Jadi, BNPT memberi bekal latar belakang napiter tersebut seperti apa, termasuk pprilakunya seperti apa sejauh ini. Dan ini sangat membantu dalam mengambil sikap dan langkah.

”Setelah kita menjelaskan bahwa kehadiran kami disana hanya untuk mengobriol baru mereka welcome dan mau cerita,” katanya.

”Gambaran-gambaran yang membandingkan pemikiran mereka dan pemikiran rasional sehingga mereka berpikir ulang. Nah itu tugas kita, untuk membuat mereka berpikir lagi dengan keyakinan kekerasan mereka melalui narasi pembanding agar mereka bisa berpikir ulang dengan keyakinan mereka yang tidak disadari keliru,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top