Fokus Radikalisme di Jateng, Ganjar Miliki Program Prioritas

Beberapa waktu lalu, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menghadiri agenda sosialisasi RAN PE yang dilakukan oleh Percik Solo, WGWC dan AMAN Indonesia. Dalam kesempatan tersebut, Ganjar mengatakan sudah saatnya untuk semua masyarakat membangun peradaban dan menjaga perasaan.

“Dan sistem nilai yang kita miliki itu bagus. Gotong royong yang kita miliki perlu tetap dirawat. Entah kata ini ada sejak kapan; tetapi ketika misalnya tetangga kita ada yang lapar, dia tidak perlu berteriak, kita langsung menolongnya. Dan ketika kita membutuhkan sesuatu seperti cabai saja, kita juga diberi. Kalau ada tetangga yang meninggal, orang juga tidak perlu menunggu undangan; tetapi datang,” ungkapnya.

Fokus Radikalisme di Jateng, Ganjar Miliki Program Prioritas

Dengan adanya relasi sosial tersebut, lanjut dia, yang bisa menjaga perasaan dengan cinta tanpa tekanan. Bukankah puncak dari agama adalah rasa cinta. ”Kalau kita punya rasa cinta, kita akan saling menghormati dan menghargai,” ungkapnya.

Diungkap olehnya, terorisme seharusnya menjadi musuh bersama. Bahkan, dirinya menyebutkan jika terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dalam bentuk gerakan yang terorganisasi. Demokrasi dan kebebasan politk tidak lengkap jika tidak merasa aman. Kepolisian melalui intelejen melakukan identifikasi dan menunjukkan bahwa jaringan itu ada.

Namun, ditambahkan olehnya, saat ini ada juga fenomena lone wolf yang sulit dideteksi. Di mana mereka kadang mengikuti pada klompok-kelompok yang ada di medsos. Oleh sebab itu kita masuki medsos dengan nilai-nilai baik, dengan nilai-nilai kemanusiaan. Kalau tidak, maka yang akan mengisi justru mereka.

Dirinya memformulasikan beberapa hal yang perlu disinergitas dan keterpaduan dalam penanganan dan pencegahan ekstrimisme, terutama di Jawa Tengah. Dimulai dari peran pemda untuk bangun kepercayaan publik dan tingkatkan koordinasi antar aparatur. Aparatur wajib punya akun medsos. Peran tidak selalu maksimal tetapi sebisa mungkin optimal.

”Hal kedua adalah Intelegen yang merupakan deteksni dini, beri rekomendasi pada pemerintah untuk pengambilan kebijakan. Hal ketiga, aparat keamanan yang bertugas sebagai penindakan dan penegakan hukum; penguatan system PAM Swakarsa dan pemberdayaan wilayah. Hal keempat adalah tokoh masyarakat yang bertugas untuk bangun kesadaran masyarakat terkait radikalisme,” ungkapnya.

Dijelaskan olehnya, tokoh agama dan tokoh masyarakat ini menjadi ujung tombak deradikalisasi. respon-respon masyarakat yang berkaitan dengan praktik baik bisa disebarluaskan oleh tokoh masyarakat dan tokoh agama. Diakui olehnya, tentu tidak mudah seperti yang dibicarakan, tetapi mau tidak mau harus dilakukan.

”Harus merangkul kembali guyub di Jateng. Ada dua program strategis, yaitu Reintegrasi sosial dan pemberdayaan bagi napiter dan deportan returnis yang telah siap. Serta penguatan wawasan kebangsaan dan nasionalisme bagi semua eks napiter deportan dan returni,” terangnya.

Pemprov Jateng dan eks napiter sempat melakukan silaturahmi bersama. Dirinya juga menerima merah putih dari mantan pengikut teroris Noordin M Top. Menurutnya, ini bagian dari sentuhan-sentuhan kemanusiaan. Sekarang masih komunikasi, memberikan apresiasi kepada upaya mereka sekarang. Kehadiran kita menjadi sesuatu yang berarti. Silaturahmi semacam ini diharapkan membuat hati adem dan tenang.

Selain itu ada juga sarasehan-sarasehan penguatan nilai-nilai kebangsaan di SMA/SMK, serta peningkatan pemahaman wawasan kebangsaan bagi eks napiter. Dan di sini peran perempuan penting karena mereka penuh kasih sayang. ”Ini bukan konsep paling sempurna. Partisipasi semua menjadi penting; masukan dan rekomendasi semua jadi penting. Catatan dari pertemuan ini barangkali bisa diberikan. Terima kasih percik,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top