Di Aceh, reformasi dilihat sebagai harapan menuju pembebasan. GAM merekrut pemuda-pemudi Aceh dari pelbagai gampong (desa) untuk ikut dalam perjuangan kemerdekaan Aceh. Di bagian perempuan, terdapat Inong Balee sebagai pasukan sayap perempuan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang berjumlah 2.000 perempuan.
Namun, selama 16 tahun perdamaian di Aceh belum memberikan harapan bagi Inong Balee. Bahkan, sebagian mereka telah dimanfaatkan oleh sejumlah aktor untuk terlibat dalam pengedaran sabu, dengan memanfaatkan jalur perdagangan senjata ilegal. Bukan tidak mungkin, mereka juga sangat rentan direkrut oleh kelomok terorisme.

Menurut dari Peneliti IPAC Deka Anwar, dalam sejarah kekerasan ekstrimisme di Aceh, terutama kaitan dengan terorisme, GAM secara organisasi tidak mendukung terorisme. ”Memang ada orang Aceh ikutan tapi tidak ada bukti dia sebagai anggota organik GAM. Akan tetapi, factor seperti kekecewaan paska konflik, masalah ekonomi, background kekerasan sebagai kurir atau sebagai intel , tentu ini membuat Inong Balee menjadi resiko tinggi untuk paham radikalisme atau di eksploitasi terlibat terorisme,” tegasnya dalam agenda WGWC Talk #15, Selasa (31/3/2021).
Di saat yang sama, untuk menghindari para perempuan mantan Inong Bale ini, Komisioner Komnas Perempuan Azriana mengatakan, hal yang perlu dibicarakan adalah afirmasi yang harus dapat digunakan oleh para perempuan di Aceh, termasuk mantan kombatan perempuan. ”Para perempuan ini masuk dalm isu politik local yang dilakukan membangun paradigm dan ideologi dari parpol sendiri tentang pentingnya perempuan ada dalam jajaran kepengurusan,” ungkapnya.
Kehadiran perempuan, lanjut dia, seringkali dianggap tidak penting. Namun, bagaimana pun juga Aceg perlu memiliki platform untuk mendorong peningkatan perempuan dalam partai politik local, platform bisa diukur, bagiamana agenda itu berjalan. Apalagi perempuan mantan kombatan tidak bisa ditinggal sendiri. Diungkap olehnya, mereka mempunyai kerentanan yang khas dibanding perempuan yang lain yang memilih politik praktis.
Selanjutnya, pendidikan politik menjadi penting. Bagiamana, diungkap olehnya, perempuan tidak termakan mitos menghadapkan kepemimpinan perempuan dengan Syariat Islam. ”Jadi kita jangan mau dijebak dengan hoax yang bertentangan dengan Syariat Islam. Kadang agenda pendidikan politik sering dilakukan tidak mempertimbangkan dengan kerentanan sendiri bisa dengan situasi khusus jadi refleksi gerakan perempuan, fokus pada perempuan,” terangnya.
Padahal, dijelaskan olehnya, mereka punya hambatan di sekelilingnya, mereka tidak maksimal membangun kapasitas, mereka mempunyai pengetahuan yang cukup bagaimana politik praktis, untuk membangun pengetahuan itu mereka mempunyai sedikit hambatan. ”Jadi mungkin pendekatan pendidikan politik mantan perempuan kombatan bisa mengintervensi hambatannya,” pungkasnya.