Cerita Korban Terorisme, Sebuah Inspirasi

Jakarta – Cerita para korban terorisme seringkali dilupakan. Namun hal tersebut menjadi inspirasi ketangguhan mental yang dibutuhkan masyarakat luas. Kendati para korban sempat terpuruk, tetapi pada akhirnya mereka bisa bangkit.

Direktur Eksekutif AIDA, Riri Khariroh, menyampaikan pernyataan itu saat membuka Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa, yang digelar AIDA secara daring, Selasa (16/3). Ia mengajak generasi muda untuk belajar dari ketangguhan korban sekaligus pertobatan mantan pelaku terorisme.

Cerita Korban Terorisme, Sebuah Inspirasi

Menurut dia, kisah korban memberikan inspirasi bagi masyarakat luas dalam menghadapi konflik sekaligus menyelesaikannya melalui rekonsiliasi. Disebut sebagai inspirasi karena para korban tidak membalas kekerasan yang dialami dengan kekerasan yang setimpal. Malahan korban dan mantan pelaku berekonsiliasi dengan kesediaan untuk bermaafan.

“Melalui pendekatan life stories atau kisah hidup dari mantan pelaku terorisme dan juga para korban yang tidak bersalah, AIDA berharap masyarakat luas dapat mengambil pelajaran akan bahaya ekstremisme keagamaan yang berefek pada kemanusiaan,” ujar Riri.

Riri menjelaskan bahwa para korban mengalami keterpurukan hidup karena sebagian dari anggota tubuhnya rusak dan menjadi disabilitas. Sebagian korban harus kehilangan salah satu penglihatannya, kehilangan jari dan rahang untuk selama-lamanya. Praktis tak ada ganti bagi anggota tubuh yang rusak lantaran ledakan bom. “Mereka harus berobat seumur hidup dan trauma yang sangat mendalam,” ucapnya.

Karena itu menurut Riri, kehadiran korban terorisme dalam acara itu diharapkan menjadi inspirasi bagi kalangan muda untuk lebih peduli terhadap perdamaian. AIDA menghadirkan dua orang penyintas terorisme, yaitu Budijono, korban penyerangan di Gereja Santa Lidwina Bedog, Sleman, Yogyakarta tahun 2018, dan Andi Dina Noviana Rivani atau Andin, korban Bom Thamrin tahun 2016.

“Pada kesempatan ini kita sangat berbahagia karena akan mendengarkan kisah Pak Budijono dan Mbak Andin selaku korban aksi bom, yang mana mereka berjuang untuk mengatasi trauma dan mampu bertransformasi menjadi pribadi yang tangguh,” ujarnya.

Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari seminar dan halaqah perdamaian akhir Februari lalu. Puluhan mahasiswa hadir dari sejumlah perguruan tinggi di Purwokerto dan sekitarnya, yaitu Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, IAIN Purwokerto, Institut Teknologi Telkom Purwokerto, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Universitas Nahdlatul Ulama Purwokerto, Universitas Peradaban Bumiayu Brebes, dan Institut Ilmu Al-Qurán An-Nur Yogyakarta.

Sumber : https://www.aida.or.id/2021/03/8412/inspirasi-kisah-hidup-korban-terorisme

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top