AMAN Indonesia dan Working Group on Women and CVE (WGWC) akan menggelar Kenduri Perdamaian yang digelar pada Jum’at (29/1/2021). Hingga pendaftaran Rabu malem (28/1/2021), pendaftaran peserta telah mencapai 688 orang yang mencakup 25 provinsi di Indonesia. Pagelaran tersebut melibatkan 27 lembaga, komunitas dan media yang terlibat. Agenda ini merupakan pesta rakyat sebagai bentuk syukur keberhasilan kerja-kerja bersama pemerintah dan masyarkat sipil dalam penanganan ekstremisme.
Menurut Direktur AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, pada awal tahun 2021 Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden No. 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme (RAN PE).

”Sebagai bagian dari masyarakat sipil yang terlibat dalam proses pembuatan RAN PE, AMAN Indonesia bersama jaringan Working Group on Women and PCVE, penandatanganan RAN PE oleh Presiden akan menandai babak baru kerja-kerja PCVE yang lebih terkordinasi pusat dan daerah, lebih inklusif kepada peran masyarakat sipil, dan lebih sensitif gender,” terang perempuan penerima N-Peace, Kamis (25 Januari 2021).
Diungkap olehnya, RAN PE ini adalah dokumen strategi nasional penanganan ekstremisme kekerasan yang mengarah pada tindak terorisme, yang lebih operasional dalam merespon persoalan ekstremisme kekerasan. Ada tiga hal penting mengapa hadirnya Perpres No. 7 tahun 2021 sangat penting. Hal pertama, menurutnya, RAN PE sebagai dokumen strategi nasional yang terintegrasi menawarkan kerangka kerja yang operasional kepada pemerintah nasional dan daerah. Selanjutnya, RAN PE juga memberikan selain sebagai dokumen strategi nasional yang terintegrasi dan komprehensif, RAN PE memberikan kerangka kerja yang lebih jelas.
”RAN PE memberikan peluang sangat luas kepada masyarakat sipil untuk terlibat dalam intervensi penanganan ekstremisme kekerasan,”katanya.
Dijelaskan olehnya, RAN PE juga merekognisi peran perempuan dalam upaya pencegahan ekstremisme kekerasan, yang sama sekali tidak disebutkan dalam UU No. 5 tahun 2018 tentang Tindak Pidana Terorisme. ”Sehingga, ditandatanganinya RAN PE menjadi hal yang sangat penting dan menjadi langkah awal sebagai gerak bersama antara masyarakat sipil dan pemerintah,” pungkasnya.
Di saat yang bersamaan, salah satu SC WGWC Debbie Afianty mengatakan, Perpres RAN PE sebagai breakthrough yang menandai kolaborasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, CSOs dan masyarakat luas dalam mencegah dan menangani ekstremisme kekerasan. ”Sehingga prepres ini harus didukung oleh masyarakat luas,” ucapnya yang juga pengajar di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Terakhir, menurut Direktur Eksekutif Yayasan Prasasti Perdamaian, Taufik Andrie, RAN PE membutuhkan sinergi yang konkret, penajaman ide dan konsep alternatif dalam pencegahan radikalisme terorisme oleh seluruh elemen.
”Termasuk masyarakat sipil dan pemerintah daerah. Perlu experimen dan pendekatanpendekatan baru, perlu inisiatif-inisiatif terobosan agar mencegah radikalisme terorisme bisa menjadi menantang, menyenangkan dan memanusiakan,” tegasnya.
27 organisasi, komunitas dan media yang berpartisipasi dalam agenda tersebut, diantaranya Puan Menulis, Peace Leader, Percil Solo, Tanoker, Rahima, Peace Generation, Srili, Yayasan Empatiku, Pergerakan Sarinah, Poros Nusantara, Nada Bicara, Balai Syura, Solo Bersimfoni, Yayasan Prasasti Perdamaian, Girls Ambasador For Peace, YIPC, Fatayat NU Jatim, Sekolah Perempuan Perdamaian, IMCC, Convey, UN Women, Wahid Foundation, Puan Cilacap, GMNI, Mubadalah.id, Bincangmuslimah.com. Ruangobrol.id dan arrahim.id.