Begini Cara Remaja Terhindar Propaganda Terorisme

Aliansi Indonesia Damai (AIDA) gelar dalam Dialog Interaktif Belajar Bersama menjadi Generasi Tangguh, Senin (25/01 2021). Dalam agenda tersebut hadir Kurnia Widodo, sebagai mantan teroris. Kunia menuturkan sepenggal perjalanan hidupnya bersama kelompok ekstremisme kekerasan hingga kemudian memutuskan bertobat, serta beralih mengampanyekan perdamaian. Kurnia terlibat dengan kelompok Negara Islam Indonesia (NII) sejak duduk di bangku SMA dan terus berlanjut hingga menempuh kuliah di Bandung. Ia bahkan sempat terlibat pelatihan militer dan peracikan bom sebagai bentuk persiapan jihad.

Salah seorang peserta lantas menanyakan kepada Kurnia, “Bagaimana agar remaja seperti kami terhindar dari propaganda terorisme yang dapat mengancam keutuhan NKRI?”

Begini Cara Remaja Terhindar Propaganda Terorisme

Kurnia menjelaskan, yang terpenting dan harus dilakukan remaja adalah berhati-hati terhadap hoaks yang berisi ujaran kebencian. Selain itu remaja tidak perlu bersikap fanatik pada ustaz atau paham tertentu. “Dalam hal pertemanan juga harus cerdas dalam bergaul. Mana teman yang dapat membawa dampak positif dan mana teman yang justru mengajak untuk melakukan kerusakan,” ujarnya mengingatkan.

Peserta lain bertanya tentang cara mengenali seseorang yang ingin mengajak kepada paham ekstremisme. Kurnia mengungkapkan, kelompok ekstremisme kekerasan tidak identik dengan ciri fisik seperti jenggot lebat, cadar, atau jubah. Mereka dapat dikenali dari pemahamannya.

”Biasanya mudah sekali mengkafirkan orang yang tidak sepaham dengan ideologinya. Mereka selalu mempunyai pandangan bahwa mereka tengah berada di lingkungan jahiliyah. Menganggap Indonesia adalah negara kafir, sehingga orang-orang yang bekerja di pemerintahan juga kafir dan halal untuk dibunuh,” tuturnya.

Selain belajar dari pengalaman Kurnia, para peserta juga mendapatkan pembelajaran dari Nugroho Agung Laksono, korban Bom Kampung Melayu 2017. Urat Tendon kaki kanannya terputus akibat serpihan bom. Ia menjalani operasi dan pemulihan yang cukup lama. Walhasil Agung harus berhenti kerja sebagai seorang sopir angkot selama beberapa bulan yang mengakibatkan perekonomian keluarganya merosot.
Pria 21 tahun itu sejak usia belasan tahun telah bekerja demi membantu perekonomian keluarganya setelah sang ayah meninggal. Karena itu, meski cederanya belum pulih total, ia nekat kembali bekerja karena enggan membebani ibunya.

Di sesi akhir kegiatan, seorang peserta mengaku mendapatkan pembelajaran berharga dari Kurnia dan Agung. “Dari Pak Kurnia kita belajar tentang bagaimana kita harus membentengi diri. Tidak boleh mudah terpengaruh orang lain. Dari Kak Agung, kita sebagai manusia harus bisa memaafkan sesama. Allah saja bisa memaafkan hamba-Nya, kenapa kita tidak? Dan juga kita sebagai anak harus bisa berbakti kepada orang tua,” ujarnya.

Link ; https://www.aida.or.id/2021/01/8202/inspirasi-damai-siswa-smk-muhammadiyah-sukoharjo

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top