Isu fundamentalis dan berkembangan radikalisme keagamaan menjadi salah satu isu yang tidak bisa terhindarkan belakangan ini. Isu fundamentalis dan radikalisasi keagamaan ini menjadi perdebatan di ruang sosial media yang menarik kalangan anak muda untuk mengetahui isu tersebut lebih jauh. Bahkan, dalam tren sosial media tahun 2020 ini KUPI (Kongress Ulama Perempuan Indonesia) dianggap salah satu rujukan anak muda untuk menjawab isu tersebut.
Upaya KUPI melakukan counter narasi dengan melakukan upaya membanjiri media sosial dengan wacana kesetaraan gender dari perspektif islam. KUPI juga membangun logika beragama yang menggunakan akal sehat dengan menyandarkan pada nalar kritis yang menghargai pengalaman biologis dan sosial perempuan. Serta menyuguhkan argumentasi yang kuat tentang keberpihakan agama rasional.
WGWC Talk Seri #8 mengangkat tema Masih Pakai Akalkah Beragama? Ulama Perempuan Bicara Deradikalisasi menghadirkan narasimber yaitu Dr. Hj Luluk Farida dan Dr. Inayah Rohmaniyah. S. Ag.M. sedangkan penanggap yaitu Pera Sopariyanti yang merupakan direktur rahima dan Adlin Sila yang menjadi ketua puslitbang Kementerian Agama. pada agenda ini dimoderatori oleh Dewi Winarti yang menjadi Ketua Pimpinan Wilayah Fatayat NU Jawa Timur. Agenda yang dilaksanakan pada Kamis, 3 September 2020 menghadirkan sekitar 65 peserta.
Pengalama ulama perempuan untuk melakukan konter narasi terhadap ekstremisme kekerasan di dalam masyarakat sudah banyak dilakukan. Di antaranya yang dilakukan oleh Nyai Luluk Farida dan Nyai Inayah Rohmaniyah. Misalkan Nyai Luluk Farida yang bergerak melalui majelis taklim di Malang. Nyai Luluk ini melakukan dakwah yang menarik untuk melakukan konter narasi dengan memberikan pandangan agama antara tekstual dan kontekstual kepada jamaahnya. Serta melakukan dakwah-dakwah yang skeederhana tentang toleransi dan cinta kasih.Sedangkan Nyai Inayah Rohmaniyah telah melakukan riset terhadap kelompok ekstremisme di beberapa tempat. Baik dilakukan dilakukan di kelompok kampus.
Dari riset yang dilakukan olehnya ini ditemui banyak hal tentang karakteristik kelompok tersebut. Di mana karakteristknya adalah berdakwah dengan mematikan akal dan hanya merujuk sumber tunggal. Serta dakwah yang gunakan adalah dakwah yang dimulai dari kehidupan sehari-hari yang menjadi kebutuhan masyarakat. begitu juga dengan pendekatan yang mereka lakukan seringkali melakukan pendekatan yang soft, care dan terbuka yang mudah diterima oleh masyarakat. Bahkan, ada beberapa temuan menarik dari riset tersebut, kelompok perempuan sangat aktif baik di dalam rumah maupun di luar rumah. Hal ini bertentangan dengan narasi gender yang selama ini digunakan.
Apa yang ditemui oleh kedua narasumber ini, disepakati oleh penanggap yaitu Adlin Silla yang merupakan ketua Puslitbang kementerian agama yang mendapati hal tersebut di lingkungan kementerian agama. saat ini, kementerian agama juga telah membuat aplikasi untuk mendeteksi ekstremisme kekerasan yang dilakukan oleh ASN. Hal lainnya, yang dilakukan oleh kementerian agama adalah dengan menerapkan moderasi beragama.
Saat ini, moderasi berapa sudah diterapkan kepada para penyuluh agama dengan berbagai latar belakang. Indikator dari moderasi beragama ini sudah dilakukan di untuk rekrutmen dosen UIN. Ke depan, indikator moderasi beragama berapa ini bisa diterapkan kepada guru-guru agama dan PKN. Sedangkan Rahima menurut Direktur Rahima Pera Sopariyanti, telah melakukan pendidikan kepada ulama perempuan di berbagai tempat untuk mendorong kapasitas ulama perempuan untuk melakukan konter narasi dan memberikan narasi alternative.
Dari pelatihan tersebut, para ulama perempuan ini bisa lebih berani untuk melakukan kontra narasi dan dialog kepada orang-orang yang berbeda. Hal itu dilakukan untuk bisa merangkul kembali orang-orang yang berbeda tersebut. Rahima menyiapkan meme yang sederhana sebagai bekal kepada para ulama perempuan. Nanya strategi tidak bisa diseragamkan tergantung arena mana yang digunakan, keluarga, kampus atau sekolah dan di masjid, kantor, di kampung harus bekerjsama dengan tokoh masyarakat, kita perlu ada strategi di arena mana.
Ulama perempuan ini modal yang luar biasa. Diakui, paska pembubaran makin besar, menurut di lapangan susah untuk dilihat. Mereka door to door, kurang lebih strateginya bukan hanya di publik dan lebih banyak perempuan yang bermain. metamorphosis ke grup lain, meng-HTI-kan fatayat. Di gorontalo hampir semua ASN dimasukin oleh kelompok konservatif. Mereka tidak bisa digeneralisasi, jangan-jangan melebeli mereka radikal jangan-jangan mereka tidak radikal. Semuanya ada kriterianya.