15 Tahun Ledakan Bom Bali, Begini Harapan dari Para Korban

Tepat 15 tahun silam, 1 Oktober 2005 petang, ledakan besar yang mengguncang kawasan Pantai Jimbaran membuat pasir-pasir beterbangan. Orang-orang panik, sebagian yang lain jatuh tersungkur di tanah. Malam itu berubah menjadi rintihan bagi para korban. Di sudut lain Pulau Dewata, tepatnya di Pantai Kuta Legian, teror bom juta terjadi. Sebagaimana dilansir Global Terrorism Database, sedikitnya 29 orang meninggal dunia dan lebih dari 100 orang terluka. Satu setengah dekade pascatragedi itu, duka dan derita masih dirasakan korban. Sebagian masih harus menjalani pengobatan fisik, sebagian yang lain melawan trauma psikis.

Salah satu di antara para korban adalah Ni Made Kembang Arsini. Saat itu ia adalah seorang pelayan di salah satu restoran di Pantai Jimbaran. Akibat serangan itu, Kembang mengalami luka dan trauma yang menghantuinya.Ia harus menjalani operasi lantaran terdapat serpihan gotri yang masuk di tangan sebelah kanan. Dan sampai saat ini bagian tangannya masih merasakan sakit, kerap kesemutan, dan tidak bisa lagi mengangkat barang yang berat.Kepiluan juga dirasakan Ni Nyoman Pasirini yang saat kejadian menjadi pelayan di Intansari Café.

15 Tahun Ledakan Bom Bali, Begini Harapan dari Para Korban

Ledakan itu membuat Ni Nyoman sangat takut dan tak kuasa menahan tangis. Gotri masuk ke tangan kirinya hingga darah bercucuran. Celananya robek dan bajunya penuh daging manusia korban ledakan.Ni Nyoman menjalani operasi pengangkatan gotri yang tidak mudah. Gotri berjalan di sekitar dagingnya sehingga dokter mengalami kesulitan untuk mengambil benda asing tersebut. Ia pun trauma ketika melihat orang membawa tas dan jaket karena teringat pada sosok pelaku pengeboman.

Hal yang sama juga dirasakan Ni Kadek Ardani. Kala itu ia juga bekerja sebagai pelayan di salah satu restoran di Pantai Jimbaran. Ketika sedang mengambil makanan dan minuman untuk tamu, ledakan keras terjadi. Seketika, darah segar mengucur dari pipinya, bajunya juga robek di beberapa bagian. Serpihan-serpihan gotri menancap ke dalam tubuh Kadek. Lima bulan Kadek harus menjalani perawatan hingga akhirnya bisa bekerja kembali, meskipun tidak dalam keadaan yang normal.

Para perempuan tangguh di atas mengaku sudah ikhlas atas semua kepiluan yang mereka hadapi. Mereka pun telah memaafkan para pelaku dan berdamai dengan diri sendiri agar perdamaian tetap lestari. “Maafkanlah yang telah menyakiti kita, dengan memaafkan kita bisa berdamai dengan apa yang telah terjadi di masa lalu. Jangan membalas kekerasan dengan kekerasan,” tutur Kembang Arsini.

Sementara Kadek Ardani berharap momen satu setengah dekade Bom Bali II menyadarkan semua pihak akan pentingnya perdamaian, agar tidak terjadi lagi serangan serupa di masa datang. Sebagai korban lama yang belum juga mendapatkan kompensasi, ia dan teman-teman penyintas lain berharap agar kompensasi yang telah mereka ajukan ke LPSK segera terpenuhi.

“Harapan mbok, agar kompensasi yang telah kami ajukan ke LPSK cepat cair, karena pandemi ini memberi dampak yang lebih besar bagi mbok secara pribadi,” ujarnya berharap.

Sumber : https://www.aida.or.id/2020/10/7657/pesan-dan-harapan-penyintas-bom-bali-2005

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tentang WGWC

Working Group on Women and Preventing/ Countering Violent Extremism (WGWC) merupakan sebuah platform jaringan bagi masyarakat sipil dan pemerintah yang bekerja untuk memperkuat pengarus-utamaan gender (gender maintreaming) dalam policy maupun intervensi penanggulangan radikalisme dan ekstrimisme (terorisme) di Indonesia. Dideklarasikan pada tanggal 24 Juli 2017 di Bogor, WGWC telah menjadi rumah bersama bagi para aktor yang bekerja dalam pengarusutamaan gender dalam pencegahan ekstremisme kekerasan.

Newsletter

Scroll to Top