“Saya adalah virus yang telah dijinakkan untuk menjadi imun bagi generasi muda seperti kalian.”
Aliansi Indonesia Damai – Pernyataan ini diungkapkan oleh Sofyan Tsauri, mantan pelaku ekstremisme, di hadapan puluhan aktivis mahasiswa dari pelbagai perguruan tinggi di Jawa Timur, (14/3). Dia mengingatkan mahasiswa agar tidak seperti dirinya yang pernah terjerumus ke dalam kelompok ekstremisme dan menyesal di kemudian hari.
Sofyan mengajak mereka untuk meningkatkan daya kritis dan kepekaan terhadap bahaya paham-paham ekstremisme. Menurut dia, generasi muda menjadi salah satu target kelompok ekstrem karena dianggap mudah dipengaruhi. “Sudah banyak paham-paham (ekstrem) seperti ini menyebar di kampus-kampus,” tutur Sofyan dalam kegiatan Pelatihan Pembangunan Perdamaian di Kalangan Mahasiswa yang digelar AIDA di Kota Malang.
Berdasarkan pengalamannya, Sofyan mengungkapkan bahwa kelompok ekstrem kerapkali menggunakan narasi pembelaan terhadap umat Muslim yang dianggap tengah tertindas. Generasi muda yang semangat beragamanya sedang tinggi biasanya menyukai ajakan-ajakan yang herois seperti itu. “Di media sosial, banyak ikhwan yang aqwal (perkataan)-nya keras. Zaman muda, masih ingin yang kencang-kencang, yang tegas-tegas. Tapi hati-hati terjebak kepada kesombongan,” katanya.
Semenjak terlibat dalam kelompok ekstrem, Sofyan mengaku dirinya mulai merasa paling benar dan menganggap orang/kelompok lain salah, bahkan menganggap orang yang tidak mau berjuang bersama kelompoknya sebagai kafir. “Biasanya mengkafirkan orang lain karena menerima demokrasi. Kalau Anda tidak mengkafirkan orang lain, Anda juga dianggap kafir,” papar Sofyan.
Ia pun mengimbau mahasiswa agar lebih giat menimba ilmu. Baginya, seseorang yang memiliki keluasan ilmu tidak akan mudah menyalahkan pemahaman dan pemikiran yang berbeda. Sebagaimana dalam tradisi Islam, kebenaran selalu dikembalikan kepada Allah, Tuhan yang Mahatahu. “Wallahu a’lamu bis shawab, itu bukti bahwa pengetahuan kita belum pasti benar,” ucapnya memungkasi.
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan aktivis mahasiswa dari tujuh perguruan tinggi, antara lain Universitas Negeri Surabaya, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya, Universitas Negeri Jember, dan Universitas Negeri Malang. [AH]