Jakarta- Pondok Pesantren (PP) Asshiddiqiyah Jakart menggelar bedah buku Islam untuk Gen Z di Aula PP Asshiddiqiyah Jakarta, Kamis (5/3/2020). Agenda tersebut kerjasama dengan Wahid Foundation untuk merayakan harlah PP Asshidiqiyah Jakarta. Dalam acara bedah buku tersebut, Libasut Taqwa selaku perwakilan dari Wahid Foundation menyampaikan bahwa dari sekian kali penelitian yang dilakukan oleh Wahid Foundation di lapangan mengenai pemahaman keagamaan anak muda usia 17 sampai 20 tahunan mempunyai cara belajar dan pemahaman agama yang berbeda.
“Kami menemukan fakta bahwa pemahaman keagamaan generasi milenial atau gen Z dan cara belajarnya sangatlah berbeda dengan generasi sebelumnya. Oleh karena itu, Wahid Foundation merasa perlu menuliskan buku yang khusus untuk mereka ini, yaitu buku yang kami beri judul Islam untuk Gen Z,” ucapnya pada saat acara.
Acara yang berlangsung selama 3 jam tersebut dihadiri ratusan santri dan dan puluhan guru Ponpes Asshidiqiyah. Mereka sangat antusias untuk mengikuti bedah buku ini, sebab menurut mereka, buku yang diterbitkan oleh WF ini sangat cocok untuk mereka kaji dan sangat berguna untuk proses belajar mengajar.
Hatim Gazali, penulis sekaligus narasumber dalam acara bedah buku ini mengatakan Buku ini tidak diperuntukkan untuk santri, sebab isi dari buku ini sangatlah ringan. Hanya membahas persoalan aktivitas kegamaan sehari-hari. ”Hanya saja, buku ini akan berguna untuk santri yang akan mengajar, karena isi dan cara penulisannya sudah disesuaikan dengan karakter milenial dalam belajar,” tegasnya.
Sementara itu, narasumber kedua, Ahmad Romzi selaku pembanding dalam acara bedah buku ini menjelaskan beberapa karakter milenial. Menurutnya, generasi milenial atau gen Z adalah generasi yang lahir tahun 1996 sampai awal tahun 2000-an.
Generasi Milenial, lanjutnya, memiliki beberapa karakter yang sangat mencolok dari generasi-generasi sebelumnya. Misalnya saja soal bagaimana generasi Z ini menjalin hubungan sosial dengan sekitarnya, mereka cenderung akan lebih aktif untuk bekerjasama atau melakukan kolaborasi daripada memilih untuk bersaing.
“Dalam hal belajar, generasi ini cenderung lebih antusias untuk mengetahui segala hal, hanya saja tidak mendalam,” tegasnya.
Pun dalam belajar agama, diakui olehnya, generasi milenial lebih suka mendapatkan jawaban instan daripada mempelajari agama secara tertib tahap demi tahap. Generasi Z ini pada akhirnya memilih untuk mempelajari agama secara instan melalui media sosial daripada belajar kepada ustadz atau kiai yang mengajarkan agama secara bertahap dari awal sampai akhir.
“Dengan kehadiran buku Islam untuk Gen Z ini, menurutku ini adalah salah satu solusi untuk memberikan pengetahuan agama kepada generasi Z. bahkan jika perlu, harus ada buku yang secara khusus ditulis untuk gen Z, tidak hanya untuk guru yang mengajar gen Z saja, ” pungkasnya.
Semua peserta bedah buku ini mengikuti acara dengan sangat khusyuk. Bahkan, beberapa di antara mereka mendatangi kedua narasumber selepas acara untuk bertanya lebih lanjut mengenai isi buku Islam untuk Gen Z.