Tugas jurnalis tidak sekadar melaporkan fakta. Jurnalis harus tahu untuk apa tujuan fakta tersebut dilaporkan Aliansi Indonesia Damai- Pekerjaan meliput peristiwa terorisme adalah tantangan tersendiri. Jika tidak berhati-hati, jurnalis justru bisa berperan sebagai juru bicara pelaku terorisme. Jurnalis memiliki peran vital antara menjadi kontra terorisme atau justru menjadi media penyampai pesan “teror” seperti yang diinginkan oleh para pelaku terorisme. Karena itulah awak media harus mampu memahami tujuan dari peliputan sebuah peristiwa. Jurnalis tidak hanya sekedar meliput namun mengetahui betul tujuan peliputan dan pemberitaan itu diterbitkan.
Pernyataan tersebut disampaikan Hanif Suranto, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara dalam kegiatan bertajuk Short Course Penguatan Perspektif Korban dalam Peliputan Terorisme yang digelar AIDA di Malang awal Februari silam. Menurut dia, terorisme adalah sebuah cara berkomunikasi. Aksi yang dilakukan adalah sebuah pesan kekerasan. “Semakin ekstrem aksi yang dilakukan, maka akan menjadi sorotan dan semakin mudah dimuat oleh media. Jangan sampai ada simbiosis mutualisme antara pelaku dan media karena ini sangat membahayakan,” ujarnya.
Hanif menilai pemberitaan media tentang peristiwa terorisme lebih sering berfokus kepada pelaku. Hal tersebut tidaklah berimbang, karena di sisi yang lain jarang sekali seorang jurnalis meliput pemberitaan tentang korban. “Ketika peristiwa bom terjadi, selama ini yang sering diberitakan adalah peristiwa dan pelakunya. Lalu di mana posisi korban?” tutur Hanif.
Pemberitaan tentang korban selama ini kebanyakan hanya berfokus pada tingkat emosional korban saat menjadi sasaran aksi terorisme. Dalam hematnya, media belum banyak meliput dampak lain yang dialami korban secara berkepanjangan, seperti dampak psikologis maupun sosial. Namun dia mengingatkan, dalam meliput korban juga harus hati-hati. “Kita harus tahu tujuan dari peliputan korban itu, jangan sampai kita mengkomodifikasi penderitaan yang dirasakan korban,” ujarnya kepada para 28 jurnalis yang mengikuti kegiatan.
Pada akhir sesi, Hanif menekankan agar para Jurnalis terlibat memberitakan tentang kompensasi yang menjadi hak korban, solidaritas antara korban, hingga ikut mendorong korban mengembangkan narasi kontra terorisme. [LADW]