Sebagai wilayah dengan pertumbuhan ekonomi paling dinamis saat ini, Asia Pasifik menjadi salah satu pusat perebutan pengaruh kekuatan negara-negara adidaya. ASEAN yang berada tepat di pusat kawasan itu mau tidak mau berada dalam pusaran perebutan pengaruh itu. Apalagi, pertumbuhan ekonomi ASEAN saat ini berada di atas rata-rata pertumbuhan global.
Sebagai catatan, PwC menyebutkan, produk domestik bruto (PDB) ASEAN tumbuh dari 1.163 triliun dollar AS pada 2006 menjadi 2.720 triliun dollar AS pada 2017. PDB ASEAN diperkirakan akan tumbuh menjadi 4.090 triliun dollar AS pada 2022.
Kekuatan-kekuatan global yang saat ini giat menanamkan pengaruhnya di kawasan adalah Amerika Serikat, Australia, China, dan Jepang, Pengajar Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia (UIT), Yogyakarta, Muhammad Zulfikar Rakhmat, dalam diskusi Talking ASEAN yang diadakan The Habibie Center di Jakarta, Kamis (19/12/2019), mengatakan, salah satu strategi mereka adalah kucuran dana dan pembangunan infrastruktur.
Peneliti Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), Fauziah Zen, menambahkan, di tengah persaingan itu, ASEAN harus mewaspadai potensi yang dapat memengaruhi sentralitas, “ASEAN harus mengetahui apa yang diinginkannya, bukan apa yang China [sic!] atau QUAD (AS, Jepang, Australia, dan India inginkan guna menjaga sentralitas. ASEAN juga harus menjaga stabilitas makro ekonomi [sic!]. Dengan begitu, ASEAN tidak perlu takut terhadap siapa yang ingin berinvestasi,” katanya.
Fauziah melanjutkan, meskipun ASEAN mengadopsi Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik pada Juni 2019, pandangan ini tidak mencantumkan konsensus mengenai perbatasan yang konkret di kawasan. Dengan demikian, setiap negara tetap memiliki perspektif berbeda terkait Indo-Pasifik, termasuk China, AS, dan Australia.
Menurut Muhammad Zulfikar Rakhmat, keempat negara tersebut melihat ASEAN secara berbeda. AS dan Jepang melihat ASEAN sebagai mitra strategis nonsensitif yang berarti gejolak di ASEAN tidak langsung memengaruhi kepentingan kedua negara. Sementara itu, China dan Australia melihat ASEAN sebagai mitra strategis yang sensitif dalam bidang ekonomi dan politik.
Sebagai pemimpin tradisional ASEAN, Fauziah berpendapat, Indonesia memiliki peran strategis pembangunan kawasan dan memperkokoh ASEAN.
Keunikan ASEAN
Ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Faisal Basri, menambahkan, berbeda dengan Uni Eropa, keunikan ASEAN sebagai organisasi kawasan membuat kesepakatan yang diambil berdasarkan konsensus. Hal ini membuat kerja sama ekonomi di kawasan berjalan lambat.
“Namun, hal itu membuat anggota ASEAN yang berbeda satu sama lain minim konflik. Langkah pengembangan ASEAN menjadi unik karena ada pembagian tenaga kerja dan kompetensi antarnegara ASEAN untuk menarik investasi asing langsung. Akhirnya, kesejahteraan semua negara rata-rata naik dan tidak ada yang tertinggal,” kata Faisal.