Perempuan dalam Gerakan Terorisme

Jika kita melihat beberapa kasus terorisme di Indonesia, memang ada perubahan tren kurang lebih sejak sepuluh tahun yang lalu. Di mana peran perempuan dalam jaringan terorisme sudah mengalami pergeseran. Jadi kalau dahulu peran perempuan hanya sebagai pendukung yang berada di belakang layar, saat ini perempuan sudah berada di garda terdepan dan menjadi pelaku.

Akan tetapi kita perlu berhati-hati dalam melihat fenomena ini, karena muncul pertanyaan terkait betul atau tidaknya perempuan saat ini mengambil posisi di depan untuk kasus terorisme dengan adanya pergeseran itu. Namun yang perlu kita ketahui berdasarkan kajian yang telah kami lakukan terhadap perempuan yang terlibat dan bahkan sudah ditahan, bahwa ternyata mereka sebenarnya adalah korban.

Perempuan dalam Gerakan Terorisme

Karena pada dasarnya, banyak dari mereka yang merupakan istri dari seorang narapidana teroris. Sehingga mereka merupakan korban dari doktrin ideologi radikalisme suami mereka. Terlebih kelompok-kelompok radikal tersebut mensyaratkan keataatan mutlak, antara istri dengan suami. Sehingga dalam pandangan mereka, suami merupakan wakil Tuhan yang perintahnya harus dipenuhi.

Sedangkan ada juga perempuan yang terlibat karena dijebak. Mereka dinikahi, terus kemudian dijebak ke dalam pusaran terorisme. Sehingga, hampi semua perempuan yang terlibat dalam ekstremisme dan radikalisme merupakan korban. Hal itu juga dikarenakan adanya pola relasi yang tidak seimbang, dimana laki-laki lebih dominan, sehingga dapat dengan mudah mendoktrin ideologi radikal kepada istri mereka.

Menurut hasil kajian 90 persen perempuan yang merupakan istri seorang teroris, tidak mengetahui aktivitas apa saja yang dilakukan suaminya terkait dengan radikalisme. Mereka justru baru mengetahuinya setelah suami mereka ditangkap. Jadi, biasanya perempuan yang terlibat dalam terorisme merupakan korban dari ketidakseimbangan relasi dalam rumah tangga. Sehingga ada konsep dari diri mereka yang kemudian berubah.

Selain itu, saat ini gerakan terorisme juga menyasar buruh migran melalui media sosial. Jadi, internet atau media sosial saat ini juga menjadi salah satu alat yang dimanfaatkan oleh kelompok radikal untuk merekrut orang dan memperbanyak jaringan. Melalui media sosial ini juga banyak perempuan yang pada akhirnya terjebak di dalam jaringan terorisme.

Terlebih buruh migran banyak yang mengalami keterasingan dan kekerasan. Sehingga banyak dari mereka yang mencoba untuk mencari ketenangan dengan mengikuti pengajian-pengajian yang beberapa diantaranya dijadikan sebagai media doktrin paham radikalisme oleh kelompok terorisme.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya, perempuan merupakan korban dari sebuah sistem struktur sosial yang tidak seimbang dan juga korban dari struktur jaringan radikal yang memang menggunakan perempuan untuk mencapai tujuan terorisme. Bahkan banyak juga perempuan yang terlibat dalam terorisme dikarenakan oleh keputusasaan lantaran takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat.

Penulis

Opini

Di sini kita membahas topik terkini tentang perempuan dan upaya bina damai, ingin bergabung dalam diskusi? Kirim opini Anda ke sini!

Scroll to Top