Jakarta – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta (FISIP UMJ) menggelar seri diseminasi hasil penelitian. Diseminasi tersebut bertajuk ‘Memperkuat Ketahanan Kampus sebagai Ujung Tombak Nilai-Nilai Kebangsaan’, di Jakarta, belum lama ini. Penelitian dikordinatori Debbie Affianty itu telah dilaksanakan Desember 2018-Maret 2019. Penelitian digelar di delapan kampus yang meliputi tiga perguruan tinggi negeri, yakni Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selain itu, dua perguruan tinggi kedinasan, yaitu Politeknik Keuangan Negara STAN dan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), serta tiga perguruan tinggi swasta lainnya, Universitas Muhammadiyah Jakarta, Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya, dan Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Melalui keterangan resmi yang diterima Kamis (1/8), Debbie memaparkan temuan termasuk analisis faktor pendukung daya tangkal (resilience) dan faktor-faktor kerentanan (vulnerabilities) terhadap intoleransi dan radikalisme di perguruan tinggi. ”Temuan penelitian terdapat dua faktor yang mempengaruhi ketahanan kampus pada radikalisme. Temuan yang didapat menunjukan dukungan pada NKRI dan demokrasi cukup kuat di kalangan mahasiswa,” ungkapnya.
”Sebagian besar dari mahasiswa yang kami wawancarai di kampus-kampus yang diteliti, mendukung adanya Pancasila dan demokrasi dalam sistem NKRI. Menurut mahasiswa, Pancasila tidak bertentangan dengan syariat Islam,” tambahnya Debbie.
Selanjutnya, kaitan tentang relasi mayoritas-minoritas, mahasiswa menganggap koeksistensi dari masyarakat yang berbeda harus dihargai. Menurut Debbie, temuan lain yang tidak kalah penting adalah mahasiswa menolak kekerasan atas nama agama yang sangat tinggi sebanyak 85% dan terorisme atas nama agama sebagai syahid atau jihad ditolak sebanyak 81%.
Bagaimana dengan pengetahuan agama yang didapat mahasiswa? Menurut Debbie, hasil penelitian menyatakan, sebagian besar responden masih mengandalkan ustaz dalam pencarian pengetahuan agama.
“Sebanyak 90,58% mengikuti pengajian dengan berbagai bentuk dan sebanyak 58,12% responden belajar agama melalui ustaz di masjid,” ujarnya.
Sebagian besar perguruan tinggi yang termasuk dalam locus penelitian, memiliki program kegiatan keagamaan (88,22%). Bentuk-bentuk program kegiatan keagamaan tersebut didominasi mata kuliah agama sebesar 48,17%, diikuti kegiatan pengajian sebesar 30,10%, dan 6,81% berupa konseling agama.
Kegiatan lainnya sebesar 1,83% dan 0,79% Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK).
Sebanyak 86,65% responden menjawab tidak ada dosen yang dalam pengajarannya memiliki unsur ujaran kebencian terhadap agama lain. Sebanyak 90,58% mengikuti pengajian dengan berbagai bentuk dan sebanyak 58,12% responden belajar agama melalui ustaz di masjid.
Paparan Debbie ditanggapi Dekan FISIP UMJ Ma’mun Murod, khususnya terkait dengan kesiapan perguruan tinggi dalam menghadapi ancaman intoleransi dan radikalisme.
“Khusus di UMJ, ketahanan kampus dimulai dengan ditegakkannya Al Islam dan Kemuhammadiyahan sebagai darma pertama dari empat darma perguruan tinggi selain pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” tegas Ma’mun.
Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Dr Abdul Mu’ti, mengutarakan, data yang menjadi hasil penelitian merupakan tantangan bersama, bagaimana kampus menjadi basis menciptakan kebangsaan yang tinggi. Dikatakan kampus yang menekankan aspek intelektualitas, perlu mengembangkan nilai-nilai intelektual.
“Perlu ada upaya bagaimana kebebasan akademik namun tidak keluar dari nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, perlu ada penguatan buku ajar dan referensi utama yang dirancang memenuhi keinginan mahasiswa dalam megkaji ideologi secara kritis akademis dalam bingkai nilai kebangsaan,” ujarnya.
Rektor UMJ, Prof Syaiful Bakhri, saat membuka acara diseminasi itu menandaskan mahasiswa sebagai aktor intelektual pengembangan ilmu dan dosen sebagai pendamping harus diarahkan untuk memperkuat ketahanan kampus.
Sebelum seri diseminasi penelitian ini dilaksanakan di kampus UMJ, tim peneliti telah memaparkan hasil penelitian di hadapan para pejabat kementerian dan lembaga, seperti Bappenas, Kementerian Agama, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, BNPT, UKP, MUI, dan Kantor Staf Presiden, pada 22 Juli yang lalu.